Sinergi matematika
SINERGI
MATEMATIKA
Ketika Anda pertama kali mendengar kata “matematika”, apa yang akan
terbesit dibenak Anda? Apakah guru yang killer, tugas yang tidak ada
habis-habisnya, ataukah materi yang membuat pusing tujuh keliling? Jika iya,
berarti Anda merupakan salah satu penyumbang jatuhnya minat matematika di Indonesia
dari peringkat 55 pada tahun 2015 menjadi peringkat 72 dari 78 negara pada
tahun 2019 sesuai dengan laporan PISA (Programme for International Student
Assesment) pada 3 Desember 2019 kemarin.
Matematika merupakan “momok” menakutkan bagi sebagian besar pelajar
di Indonesia. Alasannya beragam, mulai dari materi yang sukar dimengerti, guru
yang galak, kurangnya aplikasi, sampai dengan rasa jenuh akan metode mengajar
yang itu-itu saja selama bertahun-tahun. Dalam kaitannya dengan cara mengajar
guru, ada berbagai cara mensiasati agar pelajar tidak jenuh. Bisa dengan
pendekatan saintifik, pendekatan CTL (Contextual
Teaching and Learning), maupun
dengan pendekatan lain sesuai dengan pengaturan guru. Ditambah lagi ada
berbagai model pembelajaran, seperti “jigsaw” yang memupuk kemampuan pelajar
dalam memahami sendiri materi dengan kelompoknya kemudian mengajarkan kepada
kelompok yang lain. Selain itu untuk mengatasi kurangnya aplikasi matematika, timbul
solusi dari pemerintah dengan adanya kurikulum 2013 yang mengedepankan contoh
soal cerita sehingga pelajar lebih dekat dengan matematika.
Meskipun demikian, nampaknya setelah bertahun-tahun kurikulum 2013
diterapkan, pelajar masih saja merasa matematika sukar dipahami. Dalam hal ini,
saya sebagai penulis menyarankan agar Anda, sebagai pelajar, mencoba mengubah mindset
atau pola pikir dalam menghadapi matematika. Pikirkanlah matematika sebagai hal
yang menyenangkan dan bermanfaat. Masukkanlah matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, saat membeli barang di toko, penjual akan menggunakan
matematika agar transaksi yang terjadi tepat. Disana, Anda sebagai orang yang
tahu matematika perlu ikut serta menghitung agar yakin bahwa transaksi yang
dilaksanakan itu benar. Pikirkanlah, dengan matematika di genggaman, Anda tidak
akan mudah ditipu.
Setelah mindset diubah, langkah selanjutnya adalah mencintai guru
yang mengajarkannya. Saya menganalogikan pola pikir adalah arus dan rasa cinta
atau suka kepada guru yang mengajarkan adalah perahu yang membantu Anda melalui
arus. Jika Anda sudah sesuai dengan arus namun tidak memiliki perahu yang tepat
untuk melewatinya, bisa jadi Anda akan menyerah di tengah jalan. Begitu juga
sebaliknya, jika Anda suka gurunya, mau tak mau Anda akan terbawa arus, dimana
arus tersebut merupakan pelajaran matematika.
Saya akui, saya sebagai salah satu orang yang jatuh cinta dengan
matematika karena guru, merasa pentingnya sosok guru sebagai pengarah dan
pembimbing dalam memunculkan minat pelajar terhadap matematika. Oleh karena
itu, dalam rangka memunculkan minat pelajar akan matematika, perlu guru yang
kompeten dan berkualitas dalam hal tersebut. Guru dituntut punya pengetahuan
luas, kemampuan pengelolaan kelas, kemampuan sosial, dan keunggulan personal.
Untuk mempelajari tuntutan tersebut,guru tentu pelu melalui pendidikan di
berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Jadi, dalam upaya meningkatkan minat pelajar Indonesia akan
matematika diperlukan sinergi antara pemerintah, pelajar itu sendiri, dan guru.
Pemerintah merancang kurikulum yang tepat, pelajar membuka pola pikir yang
menerima matematika sebagai hal yang menyenangkan, dan guru membawakan materi
dengan pendekatan yang menyenangkan dan dapat dipahami oleh pelajar.
Komentar
Posting Komentar